Di antara
apa yang menunjukkan keutamaan shalat berjama’ah ialah bahwa siapa yang sangat
mencintai masjid untuk menunaikan shalat berjama’ah di dalamnya, maka Allah
Ta’ala akan menaunginya di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan
kecuali naungan-Nya. Dari sahabat Abu Hurairah radhiallah anhu, dari Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Ada
tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari
yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: imam yang adil, pemuda yang tumbuh
dalam beribadah kepada Rabb-nya, seseorang yang hatinya bergantung di
masjid-masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah berkumpul dan
berpisah karena-Nya, seseorang yang dinginkan (berzina) oleh wanita yang
memiliki kedudukan dan kecantikan, maka ia mengatakan,’ Sesungguhnya aku takut
kepada Allah’,seseorang yang bersadaqah dengan sembunyi-sembunyi sehingga tangan
kirinya tidak mengetahui apa yang di nafkahkan oleh tangan kanannya, dan
seseorang yang mengingat Allah dalam keadaan sepi (sendiri) lalu kedua matanya
berlinang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam
Nawawi rahimahullah mengatakan saat menjelaskan sabdanya, “Dan
seseorang yang hatinya bergantung di masjid-masjid.”
“artinya,
sangat mencintainya dan senantiasa melaksanakan shalat berjamaah di dalamnya.
Maknanya bukan terus-menerus duduk di masjid.” (Syarh an Nawawi
VII/121)
Al
‘Allamah al ‘Aini rahimahullah menjelaska apa yang dapat dipetik dari sabda
beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ini, “Didalamnya berisi keutamaan orang
yang senantiasa berada di masjid untuk melaksanakan shalat berjama’ah, karena
masjid adalah rumah Allah dan rumah setiap orang yang bertakwa. Sudah
sepatutnya siapa yang dikunjungi memuliakan orang yang berkunjung; maka
bagaimana halnya dengan Rabb Yang Maha Pemurah?”.
B. Keutamaan Berjalan ke Masjid untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah
1. Dicatatnya langkah-langkah kaki menuju masjid.
(Rasul)
yang berbicara dengan wahyu, kekasih yang mulia Shallallahu ‘Alaihi Wassalam
menjelaskan bahwa langkah kaki seorang muslim menuju masjid akan dicatat. Imam
Muslim meriwayatkan dai Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma, ia mengatakan,”Bani
Salimah ingin pindah ke dekat masjid, sedangkan tempat tersebut kosong. Ketika
hal itu sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, maka beliau
bersabda:
“Wahai
Bani Salimah! Tetaplah di pemukiman kalian, karena langkah-langkah kalian akan
dicatat.”
Mereka
mengatakan:
“Tidak
ada yang mengembirakan kami bila kami berpindah.” (HR. Muslim)
Imam
Nawawi rahimahullah mengatakan dalam menjelaskan sabdanya: “Wahai
Bani Salimah! Tetaplah di pemukiman kalian, karena langkah-langkah kalian akan
di catat.”
“Artinya,
tetaplah dipemukiman kalian! Sebab, jika kalian tetap di pemukiamn kalian, maka
jejak-jejak dan langkah-langkah kalian yang banyak menuju ke masjid akan
dicatat.” (Syarh an NawawiV/169)
‘Abdullah
bin Abbas radhiallahu anhuma mengatakan, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dalam sunannya, “Pemukiman kaum Anshar sangat jauh dari masjid, lalu
mereka ingin agar dekat dengannya, maka turunlah ayat ini,
“Dan
Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka
tinggalkan.”(QS. Yasin:12)
Akhirnya,
mereka tetap tinggal di pemukiman mereka.” (HR.Ibnu Majah)
Pencatatan
langkah-langkah orang yang menuju masjid bukan hanya ketika ia pergi ke masjid,
tetapi juga dicatat ketika pulang darinya. Imam Muslim meriwayatkan dari Ubay
bin Ka’ab radhiallahu anhu tentang kisah seorang Anshar yang tidak pernah
tertinggal dari shalat berjama’ah, dan tidak pula ia menginginkan rumahnya
berdekatan dengan masjid, bahwa ia berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wassalam:
“Aku
tidak bergembira jika rumahku (terletak) didekat masjid. Aku ingin agar
langkahku ke masjid dan kepulanganku ketika aku kembali kepada keluargaku
dicatat.”
Maka
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Allah
telah menghimpun semua itu untukmu.” (HR. Muslim)
Dalam
riwayat Ibnu Hibban:
“Allah
telah memberikan itu semua kepadamu. Allah telah memberikan kepadamu apa yang
engkau cari, semuanya.” (HR.Ibnu Majah)
2.
Para Malaikat yang mulia saling berebut untuk mencatatnya.
Diantara
dalil yang menunjukkan keutamaan berjalan ke masjid untuk menunaikan shalat
berjama’ah bahwa Allah meninggikan kedudukan langkah-langkah orang yang
(berjalan) menuju ke masjid, bahkan para Malaikat yang didekatkan (kepada
Allah) berebut untuk mencatatnya dan membawanya naik ke langit.
Imam at
Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma, ia
mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Tadi
malan Rabb-ku tabaarakta wata’aala, mendatangiku dalam rupa yang paling
indah.”(Perawi mengatakan,’Aku menduganya mengatakan,’Dalam mimpi.’). Lalu Dia
berfirman, “Wahai Muhammad! Tahukah engkau, untuk apa para Malaikat yang mulia
saling berebut?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berkata:”Aku
menjawab,’Tidak’. Lalu Dia meletakkan Tangan-Nya di antara kedua pundakku
sehingga aku merasakan kesejukannya di dadaku (atau beliau mengatakan,’Di
leherku’). Lalu aku mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi.”Dia berfirman,”Wahai Muhammad!Tahukah engkau untuk apa para Malaikat yang
mulia saling berebut?” Aku menjawab,”Ya, tentang kaffarat (perkara-perkara yang
menghapuskan dosa). Kaffarat itu adalah diam di masjid setelah melaksanakan
shalat, berjalan kaki untuk melaksanakan shalat berjama’ah, dan menyempurnakan
wudhu pada saat yang tidak disukai.” (HR. Tirmidzi, hadits ini
shahih).
Seandainya
berjalan kaki untuk shalat berjama’ah tidak termasuk amal yang mulia, niscaya
para Malaikat muqarrabun tidak akan berebut untuk mencatat dan membawanya naik
ke langit.
3.
Berjalan menuju shalat berjama’ah termasuk salah satu sebab mendapatkan jaminan
berupa kehidupan yang baik dan kematian yang baik pula.
Tidak
hanya para Malaikat saling berebut untuk mencatat amalan berjalan kaki menuju
shalat berjama’ah, bahkan Allah menjadikan jaminan kehidupan yang baik dan
kematian yang baik pula. Disebutkan dalam hadist terdahulu:
“Barangsiapa
yang melakukan hal itu – yakni tiga amalan yang disebutkan dalam hadits, di
antaranya berjalan kaki menuju shalat berjama’ah – maka ia hidup dengan baik
dan mati dengan baik pula.”
Betapa
besar jaminan ini! Kehidupan yang baikdan kematian yang baik. siapakah yang
menjanjikan hal itu? Dia-lah Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada seorangpun
yang lebih menepati janji selain Dia.
4.
Berjalan menuju shalar berjama’ah termasuk salah satu sebab dihapuskannya
kesalahan-kesalahan dan ditinggikannya derajat.
Diriwayatkan
oleh Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Maukah
aku tunjukkan kepada kalian tentang perkara yang akan menghapuskan
kesalahan-kesalahan dan juga mengangkat beberapa derajat?” Para sahabat
menjawab,”Tentu, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,”Menyempurnakan wudhu’ pada
saat yang tidak disukai, banyak melangkah ke masjid-masjid, dan menunggu shalat
setelah melaksanakan shalat. Maka, itulah ar-tibath (berjuang di jalan Allah).”
(HR. Muslim).
Ar-ribath
pada asalnya -sebagaimana dikatakan oleh al Imam Ibnul Atsir–adalah berdiri
untuk berjihad untuk memerangi musuh, mengikat kuda dan menyiapkannya. Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menyerupakan dengannya apa yang telah disebutkan
berupa amal-amal shalih dan peribadahan dengannya. Penyerupaan ini juga
menegaskan besarnya kedudukan tiga amalan yang tersebut didalam hadits, di
antaranya banyak melangkah ke masjid.
Keutaman
ini juga berlaku untuk seseorang yang melangkah keluar dari masjid, Imam Ahmad
rahimahullah meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma, ia
mengatakan,”Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang pergi menuju masjid untuk shalat berjama’ah, maka satu langkah akan
menghapuskan satu kesalahan dan satu langkah lainnya akan ditulis sebagai satu
kebajikan untuknya, baik ketika pergi maupun pulangnya.” (HR.
Ahmad, hadits ini shahih).
5.
Pahala orang yang keluar dalam keadaan suci (telah berwudhu) untuk melaksanakan
shalat berjama’ah seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan umrah.
Imam
Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan , dari sahabat Abu Umamah radhiallahu anhu. Ia
mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang keluar dari rumahnya menuju masjid dalam keadaan bersuci (telah berwudhu’)
untuk melaksanakan shalat fardhu (berjama’ah), maka pahalanya seperti pahala
orang yang melaksanakan haji dan ihram.” (Hadits ini
dihasankan oleh Syaikh al Albani).
Zainul
‘Arab mengatakan dalam menjelaskan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “Seperti
pahala orang yang melaksanakan haji dan ihram,” “Yakni,
pahalanya sempurna.” (‘Aunul Ma’buud II/357)
Allaahu
Akbar, jika sedemikian besarnya pahala orang yang keluar untuk menunaikan
shalat berjama’ah , maka bagaimana halnya pahala melakukan shalat berjama’ah?
6.
Orang yang keluar (menuju masjid) untuk melaksanakan shalat berjama’ah berada
dalam jaminan Allah Ta’ala.
Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan bahwa orang yang keluar menuju shalat
berjama’ah berada dalam jaminan Allah Ta’ala. Imam bu Dawud rahimahullah
meriwayatkan dari Abu Umamah radhiallahu anhu, dari Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Ada
tiga golongan yang semuanya dijamin oleh Allah Ta’ala, yaitu orang yang keluar
untuk berperang di jalan Allah, maka ia dijamin oleh Allah hingga Dia
mewafatkannya lalu memasukkannya ke dalam Surga atau mengembalikannya dengan
membawa pahala dan ghanimah, kemudian orang yang pergi ke masjid, maka ia
dijamin oleh Allah hingga Dia mewafatkannya lalau memasukkannya ke dalam Surga
atau mengembalikannya dengan membawa pahala, dan orang yang masuk rumahnya
dengan mengucapkan salam, maka ia dijamin oleh Allah.” (HR.
Abu Dawud, di shahihkan oleh syaikh al Albani)
7.
Orang yang keluar untuk melaksanakan shalat berjama’ah berada dalam shalat
hingga kembali ke rumah.
Imam Ibnu
Khuzaimah meriwayatkan dalam shahihnya dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, ia
mengatakan,”Abul Qasim Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika
salah seorang dari kalian berwudhu’ di rumahnya, kemudian datang ke masjid,
maka ia berada dalam shalat hingga ia kembali. Oleh karenanya, jangan
mengatakan demikian-seraya menjaringkann diantara jari-jemarinya-.” (HR.
Ibnu Khuzaimah, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)
8.
Kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di kegelapan (untuk melaksanakan
shalat berjama’ah) dengan memperoleh cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.
Imam Ibnu
Majah meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad as Sa’di radhiallahu anhu, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Hendaklah
orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid bergembira dengan
(mendapatkan) cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR.Ibnu
Majah, syaikh al Albani menilainya shahih)
Ath Thayyibi
rahimahullah mengatakan,” Tentang disifatinya cahaya dengan kesempurnaan dan
pembatasannya dengan (terjadinya di) hari Kiamat, mengisyaratkan kepada wajah
kaum mukminin pada hari Kiamat, sebagaimana dalam firman Allah:
“Sedang
cahaya mereka memancar dihadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
mengatakan,’Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami.’” (QS.
At Tahriim:8) (dinukil dari ‘Aunul Ma’buud II/268)
Disampaing
itu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan kepada semua pihak agar
memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju
masjid dengan kabar gembira yang besar ini. Imam Abu Dawud meriwayatkan dari
Buraidah radhiallahu anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid
dengan cahay (yang akan diperolehnya) pada hari Kiamat.” (HR.
Abu Dawud, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)
Al-‘Allamah
‘Abdur Ra-uf al Munawi rahimahullah menjelaskan hadits ini, “Ketika mereka
berjalan dalam kesulitan karena senantiasa berjalan dalam kegelapan malam
menuju ketaatan, maka mereka diberi balasan berupa cahay yang menerangi mereka
pada hari Kiamat.” (Faidhul Qadiir III/201).
9.
Allah menyiapkan persinggahan di Surga bagi siapa yang pergi menuju masjid atau
pulang (darinya).
Di
riwayatkan dari asy Syaikhan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Barangsiapa
yang pergi ke masjid dan pulang (darinya), maka Allah menyiapkan untuknya persinggahan
di Surga setiap kali pergi dan pulang.” (Muttafaq ‘alaih,
lafazh ini milik Bukhari).
Jika
persinggahan orang yang pergi menuju masjid atau pulang darinya disiapkan oleh
Allah, Rabb langit dan bumi serta Pencipta alam semesta seluruhnya, maka bagaimana
persingahan itu??
C. Orang Yang Datang ke Masjid adalah Tamu Allah Ta’ala
Di antara apa yang menunjukkan keutamaan shalat
berjama’ah di masjid adalah apa yang dijelaskan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bahwa orang yang datang ke masjid adalah tamu Allah Ta’ala, dan yang
dikunjungi wajib memuliakan tamunya. Imam ath Thabrani meriwayatkan dari Salman
radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang berwudhu’ di rumahnya dengan sempurna kemudian
mendatangi masjid, maka ia adalah tamu Allah, dan siapa yang di kunjunginya
wajib memuliakan tamunya.” (HR. ath Thabrani)
Bagaimana
cara Allah memuliakan tamu-Nya, sedangkan Dia adalah Rabb yang paling Pemurah,
Penguasa langit dan bumi? Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
juga menegaskan hal ini. Imam Ibnul Mubarak rahimahullah meriwayatkan dari ‘Amr
bin Maimun, ia mengatakan, “Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam mengatakan,’Rumah Allah di bumi adalah masjid, dan Allah wajib
memuliakan siapa yang mengunjungi-Nya di dalamnya.’” (Kiitab az Zuhd)
D.
Allah Ta’ala Bergembira dengan Kedatangan Hamba-Nya ke Masjid untuk
Melaksanakan Shalat Berjama’ah
Imam Ibnu
Khuzaimah meriwayatkan dari Abu Hurairah radiallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Tidaklah
salah seorang dari kalian berwudhu’ dengan baik dan sempurna kemudian
mendatangi masjid, ia tidak menginginkan kecuali shalat di dalamnya, melainkan
Allah bergembira kepadanya sebagaimana keluarga orang yang pergi jauh
bergembira dengan kedatangannya.” (HR.Ibnu Khuzaimah,
dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Imam
Ibnul Atsir rahimahullah mengatakan,”Al Bassyu adalah kegembiraan kawan
dengan kawannya, lemah lembut dalam persoalan dan penyambutannya. Ini adalah
permisalan yang dibuat tentang penyambutan Allah kepadanya dengan karunia-Nya,
mendekatkannya (kepadanya) dan memuliakannya.” (An-Nihaayah fii Ghariibil
Hadits wal Atsar I/130).
E.
Keutamaan Menunggu Shalat
Orang
yang duduk menunggu shalat, maka ia berada dalam shalat dan Malaikat memohonkan
ampunan serta memohonkan rahmat untuknya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
“Salah
seorang dari kalian duduk untuk menunggu shalat, maka ia berada dalam shalat
selagi belum berhadats, dan para Malaikat berdo’a untuknya:’Ya Allah!
Berikanlah ampunan kepadanya, ya Allah! Rahmatilah ia’.” (HR.
Muslim).
F. Keutamaan Shaf-Shaf Pertama
Shalat berjama’ah di shaf-shaf terdepan, terutama
shaf-shaf pertama, memiliki keutamaan yang sangat banyak. Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam telah menjelaskan hal itu dalam sejumlah hadist, diantaranya
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radhiallahu anhu
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Seandainya manusia mengetahui pahala
yang terdapat pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya
kecuali dengan melakukan undian, niscaya mereka akn melakukan undian.” (HR.
Bukhari)
Al Hafizh
Ibnu hajar al Asqalani rahimahullah mengatakan,” Abu asy Syaikh menambahkan
dalam riwayatnya dari jalan al A’raj, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu:
‘Berupa
kebaikan dan keberkahan.’”(Fathul Baari II/96)
Ath
Thayyibi memberikan ta’liq (komentar) atas hadits yang mulia ini, “Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak menjelaskan keutamaannya, hal ini menunjukkan
kepada sesuatu yang sangat mendalam dan termasuk sesuatu yang tidak dapat
disifati. Demikian pula penggambaran keadaan perlombaan dengan undian di
dalamnya, merupakan sesuatu yang mendalam. Karena ini tidak terjadi kecuali
pada sesuatu yang diperlombakan oleh orang-orang yang saling berlomba.” (Dinukil
dari Syarh al Kirmaani li Shahiih al Bukhari V/16)
1.
Shaff-shaff pertama seperti shaffnya Malaikat
Imam Abu
Dawud meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
shaf pertama seperti shaffnya Malaikat. Seandainya kalian mengetahui
keutamaannya, niscaya kalian berlomba-lomba kepadanya.” (HR.Abu
Dawud, Ahmad)
Syaikh
Ahmad Abdurrahman al Banna berkata ketika menjelaskan sabdaya:”Seperti shaff
Malaikat” “Yakni dalam hal kedekatan kepada Allah Ta’ala, turunnya rahmat,
kesempurnaan, dan kelurusannya.” (Buluughul Amaani min Asraaril Fat-h ar Rabbani
V/171)
2.
Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff-shaff terdepan
Dalam
hadits riwayat Imam Ahmad dari Abu Umamah radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff pertama. “ Mereka (para
sahabat) berkata,”Wahai Rasulullah, dan juga kepada shaff kedua?” Beliau
menjawab,” Sesunguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff
pertama.” Mereka berkata,” Wahai Rasulullah, dan juga kepada shaff kedua?”
Beliau menjawab,” Dan kepada shaff kedua.” (HR. Ahmad, di
hasankan oleh Syaikh al Albani)
Makna
shalawat Allah atas mereka-sebagaimana dikatakan oleh Imam ar Raghib al
Ashfahani-bahwasanya Allah menyucikan mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan
shalawat Malaikat-sebagaimana dinyatakan oleh Imam al Ashfahani- adalah do’a
dan istighfar. (Al-Mufradaat fii Ghariibil Qur’an, topic ash shalah, hal
285)
Allahu
Akbar! Betapa bahagianya orang yang berada di shaff terdepan dalam shalat
berjama’ah lalu Allah menyucikannya dan para Malaikat mendo’akan serta
memohonkan ampunan untuknya! Ya Allah! Masukkanlah kami ke dalam golongan
mereka.
3. Nabi yang mulia Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bershalawat (memohonkan ampun) kepada shaff pertama dan kedua
Imam an
Nasa-i meriwayatkan dari al ‘Irbadh bin Sariyah radhiallahu anhu, dari
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Bahwa
beliau bershalawat kepada shaff pertama sebanyak tiga kali dan kepada shaff
kedua satu kali.” (HR. an Nasa-i, dishahihkan oleh Syaikh al
Albani)
Makna
bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bershalawat sebanyak tiga
kali-sebagaimana dikatakan oleh al ‘Allamah as Sindi- bahwa beliau mendo’akan
mereka agar mendapatkan rahmat dan memohonkan ampunan untuk mereka sebanyak
tiga kali. (Lihat Haasyiyah al Imam as Sindi II/93)
Betapa
bahagianya orang yang dido’akan dan dimohonkan ampunan oleh kekasih Rabb
semesta alam dan manusia pertama dan terakhir yang paling mulia bagi-Nya.
Shalawat dan salam senantiasa terlimpah atasnya.
G.
Keutamaan Shaff-Shaff Sebelah Kanan
Imam Abu
Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu anha, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff-shaff sebelah kanan.” (HR.
Adu Dawud dan Ibnu Majah, hadits ini di hasankan oleh al Mundziri dan Ibnu
Hajar)
Para
sahabat radhiallahu anhum senang berada disebelah kanan Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam ketika shalat di belakang beliau. Imam Abu Dawud meriwayatkan
dari al-Barra’ radhiallahu anhu, ia mengatakan:
“Jika
kami shalat di belakang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, maka kami
senang (jika) berada disebelah kanan beliau, lalu beliau menghadapkan wajahnya
kepada kami.” (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)
Al
‘Allamah Muhammad Syamsul Haqq memberikan ta’liq (komentar) atas penuturan al
Barra’ radhiallahu anhu,”Karena shaff bagian kanan lebih utama dank arena Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menghadapkan wajahnya kepada kami ketika salam
pertama sebelum menghadap orang yang berada di sebelah kirinya.” (‘Aunul
Ma’buud II/322-323)
H.
Allah Ta’ala Kagum Terhadap Shalat Berjama’ah
Imam
Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, ia mengatakan,
“Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
‘Sesungguhnya
Allah benar-benar kagum terhadap shalat berjama’ah.’” (HR.
Ahmad, Syaikh Ahmad Syakir mengatakan, “Sanadnya hasan.”)
I.
Keutamaan Mengucapkan “Aamiin” Bersama Imam
Imam al
Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika
imam mengucapkan :’Ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladhdhaalliin’ maka
ucapkanlah:’Aaamiin.’ Karena, barangsiapa yang ucapannya menyelarasi ucapan
Malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu.’”(HR.
Bukhari)
Bukan
hanya dosanya yang telah lalu saja yang diampuni oleh Allah Ta’ala bahkan do’a
orang-orang yang mengucapkan Aamiin dalam shalat berjama’ah akan dikabulkan.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa al Asy’ari radhiallahu anhu, ia mengatakan,”
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkhutbah kepada kami, lalu beliau
menjelaskan Sunnah dan mengajarkan shalat kepada kami dengan sabdanya:
‘Jika
kalian shalat, maka luruskanlah shaff-shaff kalian, kemudian hendaklah salah
seorang dari kalian menjadi imam kalian. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah.
Jika ia mengucapkan: ’Ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladhdhaalliin’ ,
ucapkanlah: ’Aamiin’, maka Allah mengabulkan (untuk) kalian.” (HR.
Muslim)
Betapa
besar pahala orang-orang yang mengucapkan “Aamiin” dalam shalat jama’ah! Yaitu
dikabulkan oleh Allah Yang Mahakuasa, Maha Menentukan, Yang Maha Esa, lagi
bergantung kepada-Nya seluruh makhluk.
J. Pengampunan Dosa bagi Siapa yang Shalat
Berjama’ah Setelah Menyempurnakan Wudhu’
Imam
Muslim meriwayatkan dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu anhu, ia
mengatakan,”Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
‘Barangsiapa
yang berwudhu’ dengan sempurna, kemudian berjalan untuk mengerjakan shalat
fardhu lalu mengerjakannya bersama orang-orang atau bersama jama’ah atau di
masjid, maka Allah mengampuni dosa-dosanya.’” (HR. Muslim)
K.
Keutamaan Shalat Berjama’ah Dibandingkan Shalat Sendirian
Imam
Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudri radhiallahu anhu bahwa ia
mendengar Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Shalat
berjama’ah itu lebih utama 25 derajat dibandingkan shalat sendirian.” (HR.
Bukhari)
Disebutkan
dalam sebuah riwayat bahwa ia lebih utama 27 derajat. Imam al Bukhari
meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Shalat
berjama’ah itu lebih utama 27 derajat dibandingkan shalat sendirian.” (Ibid
II/131, no.645)
Para
Ulama-semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan-telah mengkompromikan di
antara dua riwayat yang menyebutkan 25 dan 27, dengan berbagai sudut pandang.
Barangkali tinjauan terbaik bahwa keutamaan itu berbeda-beda tergantung
perbedaan keadaan orang-orang shalat. Terkadang shalat sesorang mendapatkan 25
derajat, dan sebagian lainnya mendapatkan 27 derajat, tergantung kesempurnaan
shalat, ia memelihara tata caranya, kekhusyu’annya, banyaknya (jumlah)
jama’ahnya, keutamaan mereka, kemuliaan tempat dan sejenisnya. Wallaahu
a’lam bish shawaab.
Sebagian
ulama menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan derajat-derajat tersebut, di
antaranya adalah al Hafizh Ibnu Hajar yang menyatakan,”Aku telah memperbaiki
apa yang telah aku kumpulkan tentangnya, dan aku telah membuang apa yang tidak
dikhususkan dengan shalat berjama’ah.” (Fathul Baari II/133).
Sebab-sebab
yang disebutkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar adalah sebagai berikut:
1. Menjawab mu-adzin dengan niat shalat
berjama’ah.
2. Bersegera kepadanya di awal waktu.
3. Berjalan ke masjid dengan tenang.
4. Masuk masjid dengan berdo’a.
5. Shalat Tahiyyatul Masjid ketika memasukinya.
6. Menunggu shalat berjama’ah.
7. Malaikat bershalawat (berdo’a) dan memohon
ampunan untuknya.
8. Malaikat bersaksi untuknya.
9. Menjawab iqamat.
10. Selamat dari syaitan ketika melarikan diri
pada saat iqamat.
11. Berdiri untuk menunggu imam melakukan takbiratul ihram, atau memulai
bersamanya dalam keadaan apapun yang dilihatnya pada shalat itu.
12. Demikian pula mengikuti takbiratul ihram (bersama imam).
13. Meluruskan shaff dan mengisi shaff yang masih kosong.
14. Menjawab imam ketika mengucapkan:”Sami’allaahu liman hamidah,” (dengan
mengucapkan:”Rabbanaa wa lakal hamdu…”).
15. Pada umumnya aman dari kelalaian, dan mengingatkan imam ketika lalai
dengan tasbih atau memberitahukan kepadanya.
16. Pada umumnya memperoleh kekhusyu’an dan selamat dari kelalaian.
17. Pada umumnya memperbaiki keadaan.
18. Diliputi oleh pada Malaikat.
19. Berlatih mentajwidkan bacaan al Qur’an dan mempelajari rukun-rukun
serta hal-hal lainnya.
20. Menampakkan syi’ar-syi’ar Islam.
21. Menjdikan syaitan murka dengan cara berkumpul untuk beribadah, tolong
menolong dalam ketaatan, dan memberi semangat orang yang bermalas-malasan.
22. Selamat dari sifat munafik dan berburuk sangka kepada selainnya bahwa
ia sebenarnya ia sebenarnya meninggalkan shalat.
23. Mengucapkan salam setelah imam berkata salam.
24. Memetik manfaat dari berkumpulnya mereka atas do’a dan dzikir, serta
kembalinya keberkahan orang yang sempurna atas orang yang tidak sempurna..
25. Tegaknya sistem persatuan di antara tetangga dan keakraban mereka
terealisir pada waktu-waktu shalat. (Lihat Fathul Baari II/133-134)
Kemudian,
al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, ”Inilah 25 perkara yang pada masing-masing
darinya terdapat perintah atau anjuran khusus tentangnya. Dan tersisa darinya
dua hal yang khusus pada shalat yang di jaharkan, yaitu diam dan mendengarkan
bacaan imam, dan ta’min (mengucapkan amin) bersama imam agar menyelarasi ta’min
Malaikat.” (Ibid II/134).
L.
Shalat Berjama’ah Dapat Melindungi Hamba dari Gangguan Syaitan
Imam
Ahmad meriwayatkan dari Muadz bin Jabal Radhiallahu anhu bahwa Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Syaitan
adalah serigala pemangsa manusia sebagaimana serigala pemangsa kambing yang
menangkap kambing yang jauh lagi sendirian. Oleh karena itu janganlah
bercerai-berai, dan tetaplah berjama’ah bersama orang-orang dan masjid.” (HR.
Ahmad,Syaikh Ahmad Abdurramah al Banna mengatakan, ”Diriwayatkan oleh Abdur
Razzaq dan sanadnya jayyid (bagus)”).
Yakni
bahwa syaitan itu merusak dan membinasakan manusia dengan godaannya sebagaimana
serigala yang merusak jika ia menangkap seekor kambing. (Buluughul Amaani
V/175-176).
Tetaplah
berjama’ah artinya, Yakni tetaplah pada apa yang dianut oleh jama’ah Ahlus
Sunnah dalam segala hal, diantaranya adalah berjama’ah dalam shalat. (Ibid,
V/176).
M. Bertambahnya Keutamaan Shalat Berjama’ah dengan
Bertambahnya Jumlah Jama’ah Shalat
Imam Abu
Dawud meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
shalat seseorang bersama orang lain lebih baik daripada shalat sendirian.
Shalat bersama dua orang itu lebih baik daripada shalat bersama seseorang. Dan
jumlah yang lebih banyak, maka hal itu lebih disukai oleh Allah ‘Azza wa
Jalla.” (HR. Abu Dawud dan an Nasa-i)
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan dalam hadits lainnya bahwa derajat
orang-orang yang shalat dengan berjama’ah itu lebih baik dan lebih utama
daripada shalatnya orang-orang yang jumlahnya berkali-kali lipat lebih banyak
(dibandingkan mereka) bila mereka shalat sendir-sendiri. Imama al Bazzar
meriwayatkan dari Qabbats bin Asyim al Laitsi radhiallahu anhu, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Dua
orang yang mengerjakan shalat yang salah seorang dari keduanya menjadi imam
bagi sahabatnya, lebih baik disisi Allah daripada empat orang yang mengerjakan
shalat dengan sendiri-sendiri. Empat orang mengerjakan shalat yang diimami oleh
salah seorang dari kalian itu lebih baik disisi Allah daripada delapan orang
yang mengerjakan shalat dengan sendiri-sendiri. Delapan orang yang mengerjakan
shalat yang diimami oleh salah seorang dari mereka, lebih baik di sisi Allah
daripada seratus orang yang mengerjakan shalat dengan sendiri-sendiri.” (HR.
al Bazzar,Al Hafizh al Mundziri mengatakan,” Diriwayatkan oleh al Bazzar dan
ath Thabrani dengan sanad laa ba’sa bihi (tidak mengapa))
N. Dua Kebebasan bagi Siapa yang Shalat Selama 40
Hari dengan Mendapatkan Takbiratul Ihram (Bersama Imam)
Imam at
Tirmidzi meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, ia mengatakan,
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang shalat selama 40 hari secara berjama’ah dengan mendapatkan Takbiratul
Ihram, maka ditulis untuknya dua kebebasan, yaitu kebebasan dari api Neraka dan
kebebasan dari sifat munafik.” (HR.at Tirmidzi,dan dihasankan
oleh Syaikh al Albani).
Al
Allamah ath Thayyibi menjelaskan hadits ini,”Ia dilindungi di dunia ini dari
melakukan perbuatan kemunafikan dan diberi taufiq untuk melakukan amalan kaum
ikhlas. Sedangkan di akhirat, ia dilindungi dari adzab yang ditimpakan kepada
orang munafik, dan diberi kesaksian bahwa ia bukan seorang munafik. Yakni jika
kaum munafik melakukan shalat, maka mereka shalat dengan bermalas-malasan. Dan
keadaannya ini berbeda dengan keadaan mereka.” (Dinukil dari Tuhfatul
Ahwadzi I/201).
O.
Keutamaan Shalat ‘Isya, Subuh dan ‘Ashar Berjama’ah
Disamping
apa yang telah kami disebutkan dari keutamaan shalat berjama’ah, maka tercantum
pula dalam sebagian hadits yang menunjukkan bahwa melaksanakan shalay ‘Isya’,
Shubuh, dan ‘Ashar berjama’ah memiliki keutamaan dan pahala yang besar. Tentang
besarnya pahala shalat Isya’ dan Subuh berjama’ah, Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Seandainya
mereka mengetahui pahala yang terdapat dalam shalat al ‘Atamah (‘Isya’) dan
Shubuh, niscaya mereka mendatangi keduanya walaupun dengan merangkak.” (HR.
Asy Syaikhan dari Abu Hurairah)
Imam an
Nawawi memberikan ta’liq di atas hadits ini,”Hadits ini berisikan anjuran yang
sangat untuk menghadiri jama’ah dua shalat ini.” (Syarh an nawawi IV/158)
Berikut
ini adalah hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan shalat ‘Isya’,
Shubuh dan ‘Ashar yang dilakukan secara berjama’ah.
1. Shalat ‘Isya’ berjama’ah seperti qiyam (shalat)
separuh malam, dan shalat Shubuh dan ‘Isya’ berjama’ah seperti qiyamul lail
sepanjang malam.
Imam
Muslim meriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Umrah, ia mengatakan, “Utsman
bin Affan radhiallhu anhu masuk masjid setelah melaksanakan shalat Maghrib,
lalu ia duduk sendirian, kemudian aku duduk mendekatinya, maka dia
mengatakan,’Wahai keponakanku! Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
‘Barangsiapa
yang melaksanakan shalat ‘Isya berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan
shalat separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat Shubuh dengan
berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan shalat sepanjang malam..’” (HR.
Muslim)
Maksud
dari sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, ”Dan barangsiapa yang melaksanakan
shalat Shubuh dengan berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan shalat
sepanjang malam,” yakni siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah
setelah shalat ‘Isya’ berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan shalat
sepanjang malam.
Hal ini
ditegaskan dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam at Tirmidzi dan
Imam Ibnul Mundzir dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu anhu, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang melaksanakan shalat ‘Isya secara berjama’ah, maka ia seolah-olah melakukan
qiyam separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat ‘Isya’ dan Shubuh
secara berjama’ah, maka ia seperti melakukan qiyam satu malam.” (HR.
Abu Dawud,lafazh ini miliknya, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Dan
disebutkan dari sebagian sahabat radhiallahu anhum, mereka berpendapat bahwa
melaksanakan shalat ‘Isya’ dan Shubuh secara berjama’ah itu lebih utama
dibandingkan shalat sepanjang malam. Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiallahu anhu bahwa di mengatakan,
”Sesungguhnya aku menunaikan shalat ‘Isya dan shalat Shubuh secara berjama’ah
itu lebih aku sukai daripada aku menghidupkan malam (dengan qiyamul lail) di
antara keduanya.” (Al Mushannaf, kitab ash Shalawaat, fit Takhalluf fil
‘Isyaa-i wal Fajri wa Fadhli Hudhuurihima I/333)
Amirul
Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan,”Aku Shalat Fajar dan
‘Isya yang terakhir dengan berjama’ah lebih aku sukai daripada aku menghidupkan
malam (dengan qiyamul lail) di antara keduanya.” (Ar Raudhun Nadhiir Syarh
Majmuu’il Fiqhil Kabiir II/116)
Apakah
shalat Shubuh berjama’ah lebih utama dari shalat ‘Isya’ berjama’ah?
Imam Ibnu
Khuzaimah meriwayatkan bahwa shalat Shubuh berjama’ah lebih utama dari shalat
‘Isya’ berjama’ah. Ia menyebutkan dalam kitab Shahiihnya, sebuah hadits dari ‘Utsman
radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
Barangsiapa yang melaksanakan shalat ‘Isya’ secara berjama’ah, maka ia
seperti menunaikan shalat separuh malam dan siapa yang melaksanakan shalat
Shubuh secara berjama’ah, maka ia seperti menunaikan shalat satu malam.”(HR. Ibnu Khuzaimah)
Tentang
hal ini, al Hafizh al Mundziri memberikan taliq atas hadits Abu Dawud (yg telah
disebutkan), “ Lafazh yang diriwayatkan oleh Abu Dawud menafsirkan dan
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sabdanya:’Barngasiapa yang melaksanakan
shalat Shubuh secara berjama’ah, maka ia seolah-olah menunaikan shalat
sepanjang malam,’ yakni siapa yang melaksanakan shalat Shubuh dan ‘Isya’.’
Semua
jalan periwayatan hadits menegaskan hal itu, dan masing-masing dari keduanya
berkedudukan separuh malam, serta berkumpulnya keduanya berkedudukan satu
amalam.” (Mukhtashar Sunan Abi Dawud I/293, lihat juga Faidhul Qadir,
alManawi IV/165 dan Tuhfatul Ahwadzi, al Mubarakfuri I/191)
2.
Malaikat menyertai orang yang mula-mula (paling awal) pergi ke masjid.
Imam Abu
‘Ashim dan Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dari Maitsam radhiallahu ‘anhu, seorang
sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Ia mengatakan, “Aku mendapat kabar
bahwa satu Malaikat pergi dengan membawa panjinya bersama orang yang mula-mula
(paling awal) pergi ke masjid. Malaikat tetap membawa panji itu bersamanya
hingga ia pulang, lalu membawanya masuk ke rumahnya. Sedangkan syaitan membawa
panjinya ke pasar bersama orang yang mula-mula (paling awal) pergi. Syaitan
terus membawa panji itu bersamanya hingga dia pulang, lalu memasukkannya ke
dalam rumahnya.” (Dinukil dari at Targhiib wat Tarhiib, Al Hafizh Ibnu
Hajar mengatakan,”Sanad hadits ini mauquf shahih.”)
3. Shalat Shubuh berjama’ah dicatat dalam
shalatnya kaum yang berbakti, dan orang-orang yang mengerjakannya dicatat
sebagai utusan ar Rahmaan.
Diriwayatkan
oleh Imam ath Thabani dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Barangsiapa
yang berwudhu’ kemudian pergi ke masjid, lalu shalat dua rakaat sebelum Shubuh
kemudian duduk hingga (dilakuannya) shalat Shubuh, maka shalatnya pada hari itu
dicatat sebagai shalaynya kaum yang berbakti dan ia dicatat sebagai utusan ar
Rahmaan.” (HR. ath Thabrani, dan dihasankan oleh Syaikh al
Albani)
4.
Orang yang shalat Shubuh dengan berjama’ah berada dalam jaminan Allah
Imam ath
Thabrani meriwayatkan dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Siapa
yang melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah, maka ia berada dalam jaminan Allah.
Barangsiapa yang membatalkan jaminan Allah, maka Allah menyungkurkan wajahnya
di dalam Neraka.” (HR. ath Thabrani)
Betapa
kuat dan mulianya jaminan ini! Jaminan Allah Yang Maha Esa, Mahakuasa,
Mahaperkasa, Mahatinggi lagi Maha Menentukan. Ya Allah, jangan halangi kami
untuk mendapatkannya
Al
‘Allamah ‘Abdurrahman al Mubarakfuri mengatakan dalam menjelaskan sabdanya
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam,” Maka ia berada dalam jaminan Allah,” yakni dalam
jaminan dan keamanan-Nya di dunia dan akhirat.” (Tuhfatul Ahwaadzi I/192)
Sabda
Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, “Barangsiapa yang membatalkan jaminan
Allah, maka Allah menyungkurkan wajahnya di dalam neraka,” menurut para ulama
memiliki dua makna: Pertama, yang dimaksud dengan “jaminan
Allah” adalah shalat yang menyebabkan rasa aman. Artinya, jangan meninggalkan
shalat Shubuh berjama’ah dan jangan meremehkannya, sehingga perjanjian yang
terjalin antara kalian dengan Rabb kalian menjadi batal, lalu Allah
menyungkurkan wajah kalian di dalam Neraka.
Kedua,
siapa yang shalat
Shubuh berjama’ah, maka ia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu,
janganlah kalian merintanginya dengan sesuatupun. Sebab, jika kalian
merintanginya, maka Allah menyungkurkan wajah kalian di Neraka. (Lihat
Faidhul Qadiir VI/164, AL ‘Allamah al Munawi)
5. Orang yang shalat Shubuh berjama’ah mendapatkan
pahala haji dan umrah, jika ia duduk untuk berdzikir kepada Allah hingga
matahari terbit, kemudian shalat dua raka’at.
Di antara
hal yang juga menunjukkan keutamaan shalat Shubuh berjama’ah adalah apa yang
dijelaskan oleh orang yang berkata-kata dengan wahyu, yaitu Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, bahwa barangsiapa yang melakukan tiga amalan, maka
ia mendapatkan pahala haji dan umrah. Ketiga amal tersebut adalah:
a. Shalat
Shubuh berjama’ah.
b. Duduk
di masjid untuk berdzikir kepada Allah setelahnya hingga matahari terbit.
c.
Melaksanakan shalat dua raka’at setelah matahari terbit.
Imam ath
Thabrani meriwayatkan dari Abu Umamah radhiallahu ‘amhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah, kemudian duduk untuk berdzikir kepada
Allah hingga matahari terbit, kemudian berdiri untuk menunaikan shalat dua
raka’at, maka ia mendapatkan pahala haji dan umrah.” (HR. ath
Thabrani, Al Hafizh al Mundziri mengatakan,” Hadits ini diriwayatkan ole hath
Thabrani dan sanadnya jayyid (bagus).”)
6. Malaikat malam dan Malaikat siang berkumpul
pada waktu Shubuh dan Ashar serta mereka memohonkan ampun untuk orang-orang
yang melaksanakan keduanya dengan berjama’ah.
Adapun
tentang berkumpulnya mereka dalam shalat Shubuh, Imam al Bukhari meriwayatkan
dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan,”Aku mendengar Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
‘Shalat
berjama’ah lebih utama 25 derajat daripada shalat yang engkau lakukan
sendirian, serta Malaikat malam dan Malaikat siang berkumpul pada waktu shalat
Shubuh.’”
Kemudian
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan:
“Jika
kalian suka, bacalah ‘Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (para
Malaikat).” (HR. Bukhari)
Adapun
mengenai berkumpulnya mereka pada waktu shalat Shubuh dan ‘Ashar, Imam Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Mereka
datang rombongan demi rombongan di tengah kalian, yaitu Malaikat malam dan
Malaikat siang. Mereka berkumpul pada waktu shalat Shubuh dan shalat ‘Ashar.
Kemudian mereka yang bertugas pada malam hari di tengah kalian naik, lalu Rabb
mereka bertanya kepada mereka, padahal Dia lebih mengetahui tentang mereka
(hamba-hambaNya),’Bagaimana kalian meninggalkan hamba-hamba-Ku?’ Mereka
menjawab, ‘Kami meninggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami mendatangi
mereka juga dalam keadaan shalat.’” (HR. Muslim)
Imam an
Nawawi rahimahullah mengatakan, (ta’liq atas hadits ini), “Adapun berkumpulnya
mereka pada shalat Shubuh dan ‘Ashar, maka ini termasuk belas kasih Allah
terhadap hamba-hambaNya yang beriman dan kemurahan untuk mereka. Yaitu
menjadikan berkumpulnya para Malaikat di sisi mereka dan berpisah dengan mereka
pada waktu-waktu ibadah dan berkumpulnya mereka dalam ketaatan kepada Rabb
mereka. Sehingga para Malaikat bersaksi untuk mereka dengan kebaikan yang
mereka saksikan.” (Syarh an Nawawi V/133)
Adapun
istighfar Malaikat bagi siapa yang melaksanakan shalat Shubuh dan ‘Ashar
berjama’ah, disebutkan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah: “Mereka mengatakan,
‘Kami
mendatangi mereka dalam keadaan shalat dan kami meninggalkan mereka juga dalam
keadaan shalat; maka ampunilah mereka pada hari Pembalasan.’”
(HR. Ibnu Khuzaimah, dan dishahihkan oleh Syiakh Albani)
Betapa
bahagianya orang yang dimintakan ampunan oleh para Malaikat Allah Yang Maha
Pemurah! Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan mereka. Aamiin, ya Rabbal
‘aalamiin.
Maraji’
:
Kitab
(edisi Indonesia) Wajibnya Shalat Berjama’ah di Masjid bagi Laki-laki, penulis
Syaikh DR. Fadhl Ilahi, cetakan Pustaka Ibnu Katsir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar